Pianis Surabaya, Handy Soeroyo, konser, paparan dan analisa tentang Beethoven, Chopin dan Debussy
Beethoven, ya sonata. Chopin, tentu polonaise. Debussy katanya ada
gamelannya. Sudah itu ? Seorang yang
menekuni polyteknik di Ubaya akan membicarakannya lebih lanjut di Pertemuan
Musik Surabaya hari Senin pagi 17 Februari ini.
Seorang polyteknik
bicara tentang musik ? Aneh rasanya bagi kita di Indonesia. Tapi di Jerman ada
seorang komponis hebat, Thomas Lauk, yang juga dokter bedah mata. Di Prancis ada
Xenakis (almarhum) salah seorang komponis penting abad-20 yang juga seorang
arsitek kondang dan pakar matematika.
Beethoven
(1770-1827)yang musiknya kita kenal dahsyat,
ekspresif dan galak, ternya bukan seorang radikal yang suka menjungkir-balikkan peraturan demi sesuatu yang
baru atau sekadar supaya berbeda dari komponis-komponis lain. Hasratnya untuk
menemukan sesuatu yang tidak terbantah kebenarannya terlihat dari
catatan-catatan persiapannya mengerjakan karyanya. Simfoninya yang ke-9 (dengan
paduan suara !) ditekuninya selama 6 tahun, Missa Solemnis selama 4 tahun.
Nyaris setiap nada dalam karya-karyanya diganti rata-rata sampai 21 kali untuk
menemukannya yang tepat ! Mentalitas yang bertolak belakang dengan budaya fast-food, pembual dan koruptor.
Tentang Chopin (1810-1849), siapa yang tidak
kagum pada caranya mengolah melodi,
harmoni bahkan ritme dengan kecerdasan emosional yang luar biasa, sampai
banyak buku-buku musik yang melupakan John Field (komponis Irlandia 1782-1837) yang
ke 20 nocturnenya menjadi model seluruh nocturne Chopin ! Legatissimo dan
singing-tone permainan piano Field juga menjadi ilham Chopin, bagi dirinya
sendiri maupun yang diajarkan pada murid-muridnya.
Sebagai guru,
Chopin mangajarkan banyak hal penting, misalnya tentang hubungan antara anatomI tangan dan perbedaan jarak bilah-bilah hitam/putih di piano, Yang hitam
(c#,d#,f#,g#,a#) yang lebih jauh dari yang putih harus dijangkau dengan jari
yang panjang, Akibatnya tangga-nada C# mayor dan F# mayor diajarkan lebih dulu
karena paling sesuai dengan bentuk tangan dan karenanya jauh lebih mudah dari C
mayor. Chopin sangat otoriter dalam mengajar murid-muridnya untuk konsentrasi
pada pendengaran tidak cuma latihan jari. Jadi kualitas bunyi dan logika musik
diajarka Chopin sejak awal. Bukan cuma ‘main’ piano.
Debussy,
masalahnya lain. Dia melawan Wagner sebagai puncak musik romantik yang
menguasai Eropa pada waktu itu. Musik semakin terasa sesak dengan sedu-sedan.
Tidak ada jalan lain, semua menuju ke kadens
final, menuju kematian. Gamelan
yang ditontonnya di Paris tahun 1889, membuka pandangan lain. Bahwa ‘waktu’
bukan linier (ada awal ada akhir) melainkan sirkuler (berputar seperti
lingkaran yang tidak ada ujungnya).
Handy
Suroyo mahasiswa polyteknik Ubaya akan memainkan “Sonata
op.31 no.3”, “Barcarolle op.60”, “Ondine” {peri hidup di air} dan “Feux
d’Artiice” (kembang-api). Terbuka untuk umum, dengan memberikan iuran umum 35.000 dan Pelajar / mahasiswa 20.000.
Slamet A.Sjukur.
No comments:
Post a Comment